Rabu, 13 Agustus 2014

Hakim dikhawatirkan permalukan Indonesia kepada dunia


RABU, 11 APRIL 2012



JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengharapkan para hakim tidak melaksanakan ancamannya untuk demo. Wajah kita jelek kalau para hakimnya demo, apalagi menuntut gaji," kata pakar hukum tatanegara Prof Jimly Asshiddhiqie menjawab pertanyaan wartawan di Kementerian Pendaguyaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Jakarta, Selasa (10/4/2012).

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini ke KemPAN-RB mengantarkan sekitar 30 hakim untuk melakukan auidensi (bukan demo) berkaitan dengan nasib pejabat negara yang oleh sementara pihak hanya dianggap PNS yang bekerja sebagai hakim ini.

Pejabat negara itu meliputi presiden, anggota MPR, anggota DPR/D, Badan Pengawas Keuangan hingga semua hakim badan peradilan.

"Wajah kita seperti apa kalau para hakimnya berdemo, Jelek sekali. Apalagi berdemo menuntut gaji. Saya yakin teman-teman para hakim tidak akan melakukan demo seperti yang telah diancamkan baru-baru ini. Kalau sampai para hakim demo, dan dimuat di New York Times, umpamanya; seperti apa wajah kita."

Dikemukakan untuk meningkatkan kesejahteraan para hakim sudah semenjak 13 tahun lalu, tetapi belum disiapkan dalam praktek berhubung banyak kendala.

"Termasuk rancangan peraturan pemerintah yang sudah disiapkan dua tahun lalu karena pemerintah ingin menata seluruh pejabat negara. Padahal ya sudalah seluruhnya enggak selesai dulu, satu-satu saja. Ini kita bicara tentang hakim maka hakim diselesaikan dulu. Karena terlalu lama dan posisi hakim sangat strategis maka harus segera dibenahi," katanya.

Dia memberikan ilustrasi pada tahun 1994 gaji hakim dinaikkan dua kali liat dibandingkan dengan PNS. Tetapi sekarang gaji PNS lebih besar katimbang hakim yang disebut sebagai pejabat negara. "Itulah cermin dari cara pandang kita mengenai hakim

Prof Jimly menilai demokrasi di Indonesia tidak akan berguna kalau tidak diimbangin dengan tegaknya hukum dan peradilan kita. Ini kucinya hakim dibenahi, termasuk status dan kesejahteraanya. Kasihan hakim jadi sasaran tembak, padahal dia posisinya lemah.

"Mereka dikritik enggak bisa menjawab. Kalau dipuji enggak bisa menikmati. Kalau di daerah misalnya ketua pengadilan negeri dibandingkan dengan kepala kejaksaan negeri atau kapolres yang rentet pangkatnya. Ada ajudan dan mobil dinas. Tapi ketua PN biasnaya pakai Kijang butut. Tetapi kalau kita bicara mafia peradilan orang yang pertama disalahkan adalah hakimnya. Jika kita mau benahi hukum kita ini kita benahi mulai dari hakimnya," tambah Prof Jimly.

Dia juga mengharapkan setelah diterima oleh Komisi III DPR RI, tidak lagi ke mana-mana. "Saya imbau hakim tidak usah mewacanakan demo atau mogok sebagai alat untuk perjuangan, karena itu terminologinya orang politik. Saya harap berhenti keliling-keliling ini. Pemerintah sudah ambil alih, MenPAN-RB janji besok (Rabu, 11/4) akan bekerja, saya rasa saatnya hakim kembali ke daerah masing-masing," tambahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar